Jumat, 21 Desember 2012

Bemor di Wajo Tidak Terkendali

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh-bG12z7v0LtFUu7UlVzSFlBYTvj4LR_ajRlDP8Q3zpLsXpNRPfanb45zbyLKAnGc7z5zuoEGmZlXgbxHi8vH0pDajeEI550oBzn8NQ2LAbm1-oTD_0SmDOFvd6WSYr8FGZW7YQcJTXbY/s1600/165ft.+pengendara+bemor+yang+diberhentikan+untuk+penagihan+retrinusi+parkir.+jpg+(1).JPG

Rencana pembatasan becak motor (bemor) di Kabupaten Wajo, terutama di Kota Sengkang, menemui kendala. Pemkab, dalam hal ini Dinas Perhubungan Informasi dan Komunikasi, mengaku  dilematis. 

Di satu sisi, keberadaan kendaraan roda tiga ini masih ilegal dan menyebabkan kesemrawutan dalam kota. Namun, di sisi lain, banyak masyarakat yang menggantungkan hidup dari hasil tarik bemor.

Berdasarkan data yang diperoleh , jumlah angkutan bemor di Kabupaten Wajo berkisar 1.107 unit. Untuk dalam kota Sengkang saja ada 800 unit. Itu artinya, ada 800 orang di Kecamatan Tempe dan sekitarnya yang harus menghidupi keluarganya dengan menarik bemor.

Kepala Dishub dan Infokom, Andi Junaidi Hafid mengatakan, ketika diterbitkan aturan pembatasan bemor, itu artinya sama saja ketika melegalkan keberadaannya. Meskipun,  harusnya memang dibatasi. 

Kendaraan yang sudah menjadi angkutan umum masyarakat kota ini tidak memenuhi standar spesifikasi yang sudah ditetapkan sebagai kendaraan  penumpang oleh pemerintah.

Menurut Junaidi, kalau standar spesifikasi tidak dipenuhi, kondisi tersebut sangat berbahaya bagi penumpang. Seharusnya semua ban kendaraannya memakai rem tapi bemor hanya memiliki satu rem di ban belakang.

Penumpangnya juga tidak boleh berada di depan. Sebab, kata dia, banyak kasus jika kecelakaan, penumpang duluan yang kena.

"Pernah dulu kita gerebek bengkelnya, tapi  mereka pindah di tempat lain. Pernah juga mau ada perbongkaran, kita larang  hari ini, besoknya datang lagi. Karena memang masyarakat sangat butuhkan bemor itu," kata Junaidi.

Selama ini, kata dia, pengendara bemor tidak pernah ditagih retribusi. Hanya penarikan tarif parkir harian, Rp500 yang dibayar per tahun, berkisar Rp60 ribu per orang.

Mantan Camat Bola ini mengaku, pihaknya sudah sering mencarikan solusi secara bersama dengan pihak terkait terhadap keberadaan bemor ini. Pihaknya, bahkan pernah menawarkan kepada pengambil kebijakan agar bajai saja dibuat menggantikan bemor sebagai angkutan umum.

"Kalau ada perusahaan yang bisa memproduksi, kita bikin bajai saja. Yang jelas, model bemor itu harus diubah total. Namun, kita akan tetap berusaha cari solusi agar masyarakat juga tidak korban," kata Junaidi.


0 komentar:

Posting Komentar